Kumpulan Puisi 4

Kapal: Kirana-Darma Lautan Utama
04-01-2009


Tiada kata nan mampu terucap
Bahkan tersirapun tidak
Diam, terhanyt, takjub
Menyaksikan ayat-ayat-Mu

Sejauh birunya laut hingga di ujung pandangan
Seluas putihnya awan di akhir tatapan
Ayat-ayat-Mu terhampar di sana
Nikmat-Mu tak pernah terhenti

Tiada penakluk sehebat Engkau
Kau lah maah penakluk
Penakluk samudera juga seantero jagat
Syukurku atas nikmat-Mu

Kekuningan di ufuk timur
Menambah indahnya citra
Sungguh sia-sia jika ku hitung nikmat-Mu
Syukurku atas smua nikmat-Mu.

Banjarmasin, 04-01-2009



Detik ini kuhentakkan kaki di pelataran nan berbeda
Dengan harap dan tanya
Juga rasa tak percaya

Kulemparkan pandang
Hingga tatap memendar di titik jauh
Tugahkan niat
Teguhkan diri

Langkah ini sejenak terhenti
Siapkan perjalanan lebih jauh
Sejuta harap terpatri dalam benak
Teguhkan niat tata jiwa

Berandai dalam diam
Bertanya dalam hayal
Akan cita nan tertunda
Akan rasa nan tercipta



Sengayam, 13:03:01 wita
14-01-2009

Padamu Ibu


Kuterlahir bersama tetesan darahmu
Kubesar dalam dekapannmu
Kuhidup dalam lindunganmu
Kudamai dalam belaianmu

Kini jalan hidupku tlah merenggut smua
Keangkuhanku menjauhkan kita
Terpisah bentangan samudera
Terhalang derasnya ombak, dalamnya lautan

Tak ternilai jasamu ibu
Tak terbalaskan kasihmu ibu
Tak tergantikan cintamu ibu
Demikian tulus dan suci

Padamu ibu....
Kumohon restu
Kuharap doa
Juga maafmu ibu.

Sengayam, 21 Januari 2009

KATA-KATAMU



Masih teringat kata-katamu
Masih membekas pesanmu
Sungguh merupakan pukulan berat bagiku
Juga cambuk keras bagi hidupku

Namun nasi telah membubur
Niat telah diikrarkan
Tekad tlah dikuatkan
Pantang menelan ludah

Kata-katamu pedih bagai sembilu
Menembus rami nan membentang
Tapi bukan itu nan mengubah jalanku
Taqdir yang menuntun langkahku

Kuasa Tuhan dibalik taqdirku
Garis kehidupan talh tertulis untukku
Babak cerita tlah diatur
Tak kan pernah berubah hingga akhir kehidupan

Sedih atas kata-katamu
Juga menguatkan tekadku
Pun memotivasi langkahku
Bak cemeti perih relung hati

Berat nian tanggung jawad di pundakku
Hampa tanpa restumu
Maafmu slalu kunanti dalam setiap hembusan nafas
Restumu selalu kutunggu dalam setiap detak jantung

Rindu nan menggebu
Air mata nan kan tumpah
Rasa cinta nan mencitra
Terbendung dengan kata-katamu

Jika kesempatan masih ada
Jika jantung mesih bisa berdetak
Jika darah masih mengalir dalam nadi
Kupersembahkan sembah baktiku ntukmu

Sengayam, 21-01-2009

KEMATIAN ITU DEKAT


Antara jantung dengan hati
Antara satu detak jantung dengan lainnya
Antara satu hembusan nafas dengan lainnya
Bahkan lebih dekat dan singkat dari semua itu

Bukan karena terbang di udara
Bukan karena berlayar di samudera
Bukan pula karena berjalan di daratan
Dimanapun ia selalu menyertai dan mengintai kita

Jika bukan detik ini
Mungkin detik yang akan datang
Atau menit yang akan datang
Sadar atau tidak maut akan datang

Bukan karena sakit
Bukan karena derita
Bukan karena karma
Tapi ajal telah menjadi suratan.

Rasa Makna

Cipt: Jhon Frisna Yana
Margajaya, 31 Januari 2009 Jam: 12:38 Wita




Tersirat jutaan makna dalam setiap tatap
Tertanam jutaan rasa dalam setiap hembusan nafas
Makna tercipta dalam raga
Rasa tercipta dalam jiwa

Jiwa tersiksa kala raga merana
Rasa hiasi jiwa
Makna tentramkan jiwa
Tiada berguna raga tanpa rasa

Buai rindu tercipta karena rasa
Benih cinta tumbuh karena rasa
Makna menghiasi semua
Warnai hidup, hiasi jiwa

Rasa itu maya namun tetap ada
Makna itu semu namun ia ada
Makna tersirat dalam kata
Rasa tersurat pada raga

Sengayam, 03-02-2009

Gelora Jiwa

Getar jantung seiring nyanyaian kalbu
Kuserap, kuremas, kudekap auramu dalam maya
Ingatkah kau kala itu
Tika seulas senyum kau lemparkan
Tika sapa kau balas dengan embun

Aku terhanyut dalam rasa
Aku terpana pada tatap
Kapan smua kan kudapat
Sungguh tak kuasa tuk sekedar berucap
Asbab lidah kelu bak tersekat

Simpulan tak mampu kuputuskan
Tak tahu ini rasa, atau jutru maya
Aku tak mampu berucap lebih jauh
Biarkan rasa mengalir bagai bayu
Bak buih terdorong arus

Jika kutatap dengan indra
Auramu menembus jiwa
Jika tatap beradu, jiwa melayang
Ingin kutancapkan panah sang amor tepat dijantungmu
Akankah panah itu tepat sasaran???
Sengayam, 08 Pebruari 2009

Dia Bukan Dewa

Kecil hingga besar
Remaja hingga dewasa
Muda hingga tua
Smua berbicara tentang cinta

Bak api dengan asap
Bak air dengan basahnya
Bak rasa dengan lidah
Cinta melekat pada smua insan

Sejak jaman Adam hingga Hawa
Hingga Jusuf dan Julaikha
Juga romeo dan Juliete
Berkisah tentang cinta

Lihat di sana
Di sudut kampung
Di tengah-tengah kota
Tiada tofik, kecuali cinta

Tiada terkecuali
Bukan hiperbola
Begitulah fakta berbicara
Tapi dia bukan dewa



Margajaya, 16-02-2009

2 Januari 2009

Hati sunyi tanpa gemuruh
Meski tak ada masa tersisa
Benak mencoba menerka
Masih belum terlambat

Gapai perubahan tanpa restu
Terjang tantangan demi perkembangan
Diam dalam kenyamanan palsu
Bernaung dalam puing-puing rapuh

Langkah ini taqdir
Jalan ini ketentuan
Baik dengan atau tanpa restu
Taqdir, ketentuan atau apapun itu tiada pernah berubah

Amarah itu taqdir
Restu itu taqdir
Dia ada, dia nyata dia kekal
Tak kan goyah dengan amarah

2 Januari 2009
Akhir kepalsuan
Awal langkah, mula perubahan
Tidak selalu menjadi baik, hanya berusaha

Bukan tak mendengar
Atau pura-pura tak dengar
Hati ini enggan, hati ini tak sanggup
Tapi kuasakah sosok ini merubah taqdir

Kumohonkan maaf darimu dalam setiap hembusan nafas
Kuharapak restumu dalam derai air mata
Kupinta doamu dalam setiap tetesan keringat
Berharap bahagia, meski kelak ....

Jika ini salah, betulkanlah
Jika ini keliru, luruskanlah
Jika ini kebodohan, ajarilah
Jangan cerca dengan kemarahan

Akupun Merindumu
Cipt: Jhon Frisna Yana
Margajaya, 16 Februari 2009


Terpaan mentari menambah kemelut di hatiku
Membakar apapun yang dilaluinya tak terkecuali hatiku
Gersang, kering kerontang rindukan tetes embun
Hingga memudar seluruh asa

Andai harap tetap ada
Ingin kuhadir bak mentari temani siang
Bak rembulan temani malam
Bak gemintang dalam kelam

Di sudut puing-puing hati
Kurindu belaianmu, bak bayu membelai nyiur
Kunanti tatapanmu, bak rembulan menatap nirwana
Kurindu hadirmu dalam setiap hembusan nafasku

Dari jendela hatiku
Kucoba menyelidik, menyelusup ke dalam bilik hatimu
Mencari jawaban akan semua tanya
Kian dalam, yang kudapat hanyalah hampa

Antara harap dan cemas
Juga gemuruh jiwa nan tak menantu
Perlahan kucoba cerna
Hingga kuyakin itu nyata

Meski samara kudapatkan sudah
Jawab akan semua tanya
Kau tiupkan bayu pada hatiku nan gersang
Kau obati dahaga dengan manisnya kata-katamu

Ijinkan aku tuk temani sepimu
Biarkan anganku jamah bayangmu
Karena kau pun tahu…
Akupun merindumu…

Hemm…

Cipt: Jhon Frisna Yana
Margajaya, 17 Februari 2009


Hemm…
Sejuk, damai bak sang bayu menerpa ragaku
Meski kata itu maya namun angan melambung karenanya
Terobati sudah dahaga hatiku

Kutahu itu tak mudah
Kutahu itu tak gampang
Hadir dalam setiap sepimu
Temani dalam setiap sepimu

Namun itu bukan tak mungkin
Kuyakin itu tak mustahil
Meski setetes embun itu menyejukkan
Seperti itulah kau basuh dahagaku

Hemm…
Sungguhkah itu dirimu
Sungguhkah itu kata-katamu
Tidakkah kau tahu hatiku berbunga karenanya.
Kemelut Jiwa Dalam Tanya

Cipt: Jhon Frisna Yana
Margajaya, 19 Februari 2009
08:12 Wita

Duhai hatiku
Tidakkah kau mengerti akan gemuruh jiwa ini
Tidakkah kau pahami setiap rasa nan tercipta
Telah benarkah langkah, jalan ini

Duhai jiwaku
Kenapa hati ini terus dirundung gelisah
Juga dihantui rasa bersalah
Telah kelirukah keputusanku

Duhai penerima keluhku
Entah kepada apa atau siapa lagi kupertanyakan
Hingga kapan akhir semua ini
Atau selamanya tak kan pernah berakhir

Jiwaku membaca, hatiku mencerna lalu mempersalahkan
Bukan karena aku, atau memang karena aku
Aku ada di dalamnya, aku mendengarnya
Bukankah itu berarti akupun terlibat

Kata itu seperti halnya lidah
Juga timbul karena lidah
Lidah itu tajam bak ujung pedang
Meski hanya menggores kan meninggalkan perih

Kata itu bukan untukku
Kata itu bukan karena aku
Lantas untuk siapa, karena apa
Aku hanya merasa, meski tak tahu apa

Tapi…
Jika kata itu untukku
Jika kata itu karenaku
Sesal ini kan selalu menghantui

Duhai yang maha tahu
Tunjukkan dengan kuasamu
Sirnakan rasa bersalah ini
Bukalah tabir, hingga jelas semua teki

Untukmu Adinda

Cipt: Jhon Frisna Yana
Margajaya, 20 Februari 2009
09:30 Wita

Tiada lagi berarti rasa rindu di hati
Tiada lagi bermakna rasa cinta di dada
Meski jarak bukanlah kendala
Tapi nasib siapa yang tahu

Cinta nan kutanam bahagia nan kudamba
Rindu nan kupendam
Asa nan tercipta
Masihkah berarti jika tatap tak lagi mengena

Cinta itu ada di hatiku
Rindu itu ada di dadaku
Karena takdir tuhan demikian untukku
Tapi aku tak pernah tahu akhir kisah ini

Untukmu adinda
Meski berat dirasa
Meski sulit diterima
Kupasrahkan sudah garis nasibku

Untukmu yang di Sana

Cipt: Jhon Frisna Yana
Margajaya, 20 Februari 2009



Kutulis dalam kertas cinta
Dengan tinta asmara
Sebuah ungkapan rindu
Akan kasih nun jauh di sana

Meski berpisah tak berarti bercerai
Siapa kan tahan berpisah dengan kasih tercinta
Andaipun jarak bukanlah pemisah
Siapa sudi berpisah dengan pautan hati

Kilah hanyalah penghibur
Ungkapan hanyalah tiori
Perpisahan itu menyakitkan
Demikian faktanya

Pasrah jalan keluar
Tabah jadi alternative akan smua coba
Meski tak kurangi kemelut jiwa
Gelora rindu dalam jiwa

Untukmu yang di sana
Bilakah maya kan menjelma
Akankah cinta tetap ada
Mungkinkah bertahan dalam derita rindu

Sayang Ia Maya

Cipt: Jhon Frisna Yana
Margajaya, 21 Februari 2009
08:57 Wita

Jika cinta itu nyata
Berapa jiwa jatuh karena membawanya
Berapa jiwa kayak arena memilikinya
Saying ia maya

Jika cinta itu berwujud
Berapa makna terbelalak melihatnya
Berapa pasang mata tak berkedip lagi karenanya
Saying ia maya

Karena ia maya
Berpuluh, beratus juga seluruh jiwa terpedaya
Tak mustahil manusia terhanyut, terjebak karenanya
Tak jarang sakit, frustasi, bahkan mati karenanya

Karena ia maya
Harapan semu muncul karenanya
Angan hampa lahir karenanya
Kebahagiaanpun semu jadinya.

Margajaya 49 Hari
Cipt: Jhon Frisna Yana
Margajaya, 23 Februari 2009
10:30 Wita

49 hari yang lalu berlayar dalam kebimbangan
Arungi samudera dengan kebekuan
Meski tiada sesal, sangsi tetaplah ada
Namun tiadalah berguna keraguan

Nasi telah membubur
Demikian takdir kehidupan
Tiada bermakna menoleh ke belakang
Diemudianlah masa depan membentang

49 hari sudah kuhirup udara di Margajaya
49 hari sudah kubergantung padanya
Kupasrahkan sluruh scenario hidupku
Kupasrahkan seluruh takdir hidupku

Biarlah kerinduan ini menggunung
Biarlah kubertahan dalam kesendirian
49 hari sudah kumenahan rindu
49 hari sudah kuterlarut dalam kesendirian

Jika setelah ini akhir masaku
Jika setelah ini akhir nafasku
Jika setelah ini akhir hidupku
Tolong sampaikan maafku pada orangtuaku tercinta

Kusadar telah kuingkari amanahmu
Telah kuabaikan kepercayaanmu
Hanya maafmu, hanya ridlomu
Kuharap sertai kepergianku

Maafkan aku ayah
Maafkan aku bunda
Jangan kau biarkan aku pergi dengan murkamu
Agar kiranya kelak kepergianku tiadalah susah

49 hari sudah kurindukan kalian
49 hari sudah kunantikan belaianmu
Meski mulut ini tersekat, hatiku histerit menjerit
Mengharap ampun akan salah dan hilap.

27, 02, 2009


Dunia ....


Siang dengan terangnya
Malam dengan gelapnya
Pagi dengan dinginnya
Senja dengan samarnya
Telah merenggut smua

Tiada terkecuali rembulan nan indah
Tiada terkecuali mentari nan menyinari
Pun waktu nan tak kunjung lelah
Juga rotasi nan membuat siang dan malam
Mengikis usia

Kian lama kian menua
Tiada pernah kembali muda
Meski dunia smakin cantik
Meski dunia smakin mempesona
Namun hanyalah fatamorgana

Kecantikan dunia melenakan manusia
Pesona dunia melemahkan smua
Usia dunia mengelabui smua
Menjadikan smua terpedaya
Menjadikan smua berleha-leha.

02 Maret 2009



J A U H


Jauh, Jauh, Jauh !
Semakin jauh
Terus menjauh
Hingga kapan ?

Samar, samar, samar
Smakin samar
Terus memudar
Hingga kapan ?

Jauh memisahkan
Jauh menyamarkan
Jauh menyakitkan
Jauh menjauhkan

Jauhnya jarak
Menjauhkan raga
Jauhnya pemisah
Menyamarkan rasa
03 Maret 2009

Hilang

Biarkan hinggap dalam angan
Biarkan terpatri dalam hayal
Cukup itu kutahu ada
Andipun tak nyata

Rasa yang ada, cinta yang tersisa
Menyisakan rindu di dada
Cukup kutahu kau tetap ada
Andaipun ku tak bisa menatap

Harap nan melekat
Menjauh mengikuti tatap
Cinta nan tersisa
Memudar sejauh jarak

Jauh, memudar, hilang
Jarak menjauh
Cinta memudar
Hilang ....
04 Maret 2009

Gerimis


Setetes, demi setetes
Meski tak melimpah
Perlahan
Namun basah jua

Sehelai demi sehelai
Dirajut menjadi kain jua
Meski tak selalu indah
Kan menjadi kain jua

Tak perlu besar, tak perlu berlebihan
Kontinu cukup menentukan
Besar tak selamanya membekas
Bahkan hilang tak berkesan

Tak penting ekspresi berlebihan
Percuma over, andai hanya sesaat
Apalagi hiver
Apa adanya lebih baik.

05 Maret 2009

Di Penghujung Malam

Menatap bintang dalam pekat malam
Bermandi embun dalam dinginnya malam
Menanti fajar dalam selimut awan
Mengharap bintang datang menyapa

Kian kusut berbalut kemelut
Bersimpuh dalam sujud
Bermunajat dalam doa
Akan angan nan tak kunjung menjelma

Berharap diantara gemintang
Ada tatapanmu
Berangan diantara dinginnya malam
Ada belaianmu

Gantungkan rindu pada arakan awan
Hantarkan senyum pada kedipan bintang
Hingga fajar menyibak malam, dan gemintang menghilang
Meski belum berakhir, cerita tinggal kenangan

Di penghujung malam, sebelum malam-malam menghilang
Kuberharap pada kedipan bintang
Ku memohon pada dinginnya malam
Tuk sampaikan kerinduan, tuk hantarkan belaian kasih....
06 Maret 2009

Gersang


Tatapan ini membias
Lidah ini kelu
Kerongkongan ini tersekat
Rasa apakah nan lindap

Hadirmu kunanti dalam gemintang
Nan slalu temani malam
Pertanda apakah gerangan
Kecuali dengan saktah nan panjang kumampu menatap

Berharap disuatu malam
Bermandi gemintang bersamamu
Berdua bercengkrama dengan cahaya rembulan
Hingga sang fajar menyapu dinginnya malam

Dalam gersangnya hati
Berharap kau hadir
Bawakan secawan embun
Tuk tawarkan dahaga rindu nan lindap di jiwa
07 Maret 2009

Gapai Rembulan

Sadar diri akan posisi
Juga tahu akan tingkat strata
Antara langit dan bumi
Meski kemungkinan bisa terjadi

Laksana mentari rindukan rembulan
Laksana melempar mata dadu
Bak mengundi dengan anak panah
Meski tak mustahil

Pabila pesan kan tersampaikan
Pabila ungkap kan terucap
Jika lidah kelu, kerongkongan bak tersekat
Jika hanya menatap dalam persembunyian

Menatap tajam dari balik jendela
Menerawang menembus dinding-dinding hati
Mencoba menyibak dan meraba mimpi
Terdiam hingga kesempatan menghilang

Berulang dan terus berulang
Berulang dalam diam
Niscaya hingga akhir kehidupan sekalipun
Mimpi tak kan pernah menjadi

Kata orang itu indah
Kata orang itu enak
Kata orang itu mengasyikan
Lantas apa arti smua itu, jika tak pernah mencoba

Mencari waktu yang tepat
Menantikan kesempatan yang tepat
Omong kosong, speak nothing !!!
Tiada nyali, takut mati itu pasti.

Bersembunyi di balik tabir
Menantikan pujaan hati dalam mimpi
Berharap gapai rembulan di pagi buta
Hingga kesempatan kian menghilang, sesal diri menjadi bukti



08/03/2009, 20:10 Wita.
Jhon Frisna Yana

HIPERBOLA

Menapaki awan kelabu
Jelajahi kelap-kelip bintang
Dalam kelam
Beriak rindu penuhi relung kalbu

Meniti titian embun
Menggapai butir-butir angan
Meraih hayal dalam mimpi
Hingga fajar menyingkirkan malam

Dunia terus berulang
Siang selalu datang
Malam selalu membayang
Mengubah jiwa-jiwa melata

Samar antara bahagia dan derita
Antara benci dan cinta
Kelabui jiwa-jiwa serakah
Hingga kemelut tiada kan berakhir

Coba jejakkan kaki di atas pelangi
Gapai sang surya di penguhujung dunia
Hanyalah mimpi-mimpi hiperbola
Hanya kan indah dalam maya.
28 April 2009

Smua Kan Berlalu

Berbalut embun dalam buai mimpi
Menari getir bersama hari tanpa arti
Lewatkan masa bgitu rupa
Seiring berlalalu rasa

Diam bersama tanya
Terpatri sejuta misteri
Harap singkirkan tabirkan ilahi
Hanya pilu kian menjadi

Meski harap terkadang lindap
Walau anagn tetap membayang
Cita tetap berbalut tabir
Tabir misteri di balik taqdir

Merajut sepi pendarkan rasa
Memenjarakan harap dalam setiap canda
Bergulat bersama hayal
Bermesraan di awan kelabu

Smua kian berlalu
Smua kan berakhir
Rasa kan memudar
Cerita tinggallah kenangan
30 April 2009


Kata

Dengar,
Lantas dia,
Pergi
Jauh....

Ucapan menyayat, menghancurkan
Tersingkir, pergi, hilang
Terkucil, perih, menyingkir
Sendiri, sepi, mati

Kata ia maya
Melukai bak menyayat
Menyayat bak sembilu
Menancap bak mata tombak

Asbab kata timbul derita
Asbab kata timbul prahara
Meski tak nyata
Ia tetap ada.
02 Mei 2009

Hingga Kapan

Hingga kapan cinta kan berakhir
Sampai kapan episode kan selesai
Pabila derita kan sirna
Kapan bahagia kan datang
Jika smua berlalu dengan coba

Kenapa angan nan membayang
Terenggut begitu saja
Damai nan baru saja ditata
Kembali harus diuji
Hingga kapan ujian ini selesai

Smua masa kan jadi kenangan
Seluruh cerita kan jadi kenanngan
Kisah cinta kan memudar
Menghilang jadi kenangan
Hingga hilang dari ingatan

Benih cinta nan tertanam
Kasih sayang nan tertata
Hilang begitu rupa
Sebelum bunga-bunganya bermekaran
Sebelum buahnya dapat dipetik
04 Mei 2009

Jika Ini Akhir Masaku

Berlari mengejar mimpi
Melangkah menggapai angan
Berjuang raih cita
Demi hidup lebih baik

Pola pikir dikembangkan
Potensi diterapkan
Datang disambut, diam diraih, jauh digapai
Di belakang waktu mengejar dengan pasti

Jauh...jauh...jauh....
Mengejar mimpi menggapai cita
Dengan harap kan bahagia
Hindari asbab derita

Langkah jadi acuan
Usaha jadi tumpuan
Soal hasil ?
Urusan taqdir

Separuh waktu dipertaruhkan
Separuh usia dihabiskan
Bahkan lebih !!!
Demi satu kata ”Bahagia”

Jika ini akhir masaku
Usaha tiada lagi daya
Harta tiada lagi bermakna
Lantas masihkah bahagia tercipta
28 Juli 2009


Pagi Itu

Semburat cahaya hangat menerpa tubuhku
Mengokohkan jiwa-jiwa hampa nan haus
Haus akan ilmu
Mengobarkan semangat juang dalam kekosongan jiwa

Lambaian nyiur
Gemerisik daun dalam terpaan bayu
Mendayu-dayu, berarak merdu
Menghembuskan smangat baru

Buah rindu nan kering menghamburkan kapuk
Putih, bersih bak kertas putih tanpa noktah
Setitik noktah kan menjadi bercak
Berharap bercak kan berubah indah

Riuh rendah siswa berseragam merah putih
Berharap sebongkah ilmu kan diraih
Sebagai prasasti kehidupan jalang
Sebagian titik tolak masa depan gemilang

Oktober 31st 2009
16:45 WITA

SENDIRI



Kurajut hari dalam hening
Kuhabiskan masa dalam sepi
Kulayangkan angan dalam bimbang
Gundah terus mengambang

Buih-buih kehidupan
Riak-riak derita
Berarak di ambang masa
Menyibak angan dalam bimbang

Hari sepi...
Hening
Beku
Sendiri

Bermain kata dalam prosa
Bemandi abjad tanpa rasa
Hampa
Tak bermakna

Kuingin ada sesuatu di sisi
Hilangkan sepi
Agar tak lagi sendiri
Hingga akhir nanti

HAMPA

22:56 Wita 15 november 09



Ketika janji manis terucap
Saat rayu mesra bergema
Waktu kata indah tertata
Masa-masa bersama

Cita terkembang
Harap tercipta
Angan membayang
Kini smua tlah hilang

Janji dingkari
Cita terbuang
Harap terhempas
Angan menghilang

Taqdir renggut waktu
Pisahkan sejoli
Tanpa peduli
Tinggalkan luka

Meski harap tetap ada
Angan tetap melayang
Cita tetap meraja
Namun hidup kian hampa

KUBUKAN SIAPA-SIAPA


15:03 Wita, 18-Nov-2009


Ku bukan siapa-siapa
Ku hanya manusia lemah tanpa daya
Belajar mereka kata
Menciptakan makna
Meski pun ku tak bisa meraih cita

Dalam kelam, kaulah pelita
Dalam gelap kaulah kemerlap
Dalam titian, kaulah tumpuan
Dalam cereita, kaulah peran utama
Aku hanya lentera.

Adakah makna yang tercipta
Adakah hasil yang terukir
Adakah amanat yang terserap
Adakah harap nan menjelma
Kaulah penentu smua

Aku tak jadikan engkau sukses
Aku tak jadikan engkau bahagia
Aku tak jadikan engkau sengsara
Ku hanya perantara
Kaulah penentu nasibmu...

21 November 2009

Dermaga Terakhir

Berdiri kaku menatap laut biru
Suara bahtera kembali menderu
Menerobos ombak nan bernyanyi mendayu
Menyayat hati kian pilu

Tengadah pada langit biru
Coba usir awan kelabu
Berharap pada laut biru
Kiranya dibuka pintu tuju

Di dermaga saksi bisu
Bukan tuk duduk menunggu
Bukan tuk bertopang dagu
Kecuali tuk gapai tuju

Tekadkan niat tuk gapai misteri
Melangkah maju teguhkan hati
Inikah dermaga terakhir
Kiranya cita kan terukir

BIAS RASA
Jhon Frisna Yana
27 Maret 2010, 17:45


Andai saja harap ini menjadi nyata
Andai saja rasa ini kumiliki
Tentu rasa kan menjadi indah
Tentu hari tak lagi sepi

Meski sadar kuhanyalah sebongkah darah
Setumpuk tulang-tulang rapuh
Salahkah jika kutanam sebuah asa
Asa indah nan mewujud dalam kalbu

Sadarkah bahwa abjad kan berubah menjadi kata
Kata kan berubah menjadi kalimat
Kalimat kan berubah menjadi prosa
Satu kan berubah menjadi dua

Ketika tatap nanar dalam tanya
Ketika lidah kelu tuk berucap
Ketika telinga berat tuk mendengar
Saat itu benak sibuk berharap

Telah terangkai sejuta kata
Dalam untaian kalimat
Namun smua hanya membias
Asbab takut tuk berucap

Melalui kata kuungkapkan rasa
Melalui kata kuungkapkan asa
Melalui kata kusampaikan salam
Melalui kata kuhanya diam

Jika malam datang
Kerinduan kembali membayang
Menembus gemintang
Dalam pekat malam

Ketika pagi menjelang
Jiwa tersadar akan waktu yang terbuang
Akan hampa yang mendera
Karena aku tak mampu tuk berkata

LAMBANG KESUCIAN

Jilbab yang membalut raut indah wajahnya
Gaun yang menutupi auratnya
Cahanya yang memancar dari wajahnya
Lambang kesucian yang tampak dari keningnya

Dari bibirnya meluncur fasih lantunan ayat-ayat-Mu
Gerakkan lembut tangannya menggoreskan kalam-Mu
Membuat diri cemburu
Membuat hati ini pilu

Dosa yang menggunung dalam jiwaku
Membuatku bebal hingga ayat-ayat-Mu tak pernah bisa tuk kuhapal
Selalu hilang, terlupakan
Syahwat yang tak terkendali menjadikanku jauh dari-Mu

Duhai Allah, ampunilah aku
Sirnakan dahaga hatiku
Penuhi hatiku dengan nur hidayah-Mu
Jadikan dunia tunduk kepadaku, jangan biarkan aku tunduk padanya....

Komentar

Postingan Populer