Aku Tetap Lelaki Kecilmu Bu | Puisi Rindu untuk Bapak dan Ibu

 

Aku Tetap Lelaki Kecilmu Bu

 

Bu, apa kabar Bu?

Bapak, apa Bapak dan Ibu baik-baik saja di sana?

Semoga kalian selalu baik-baik saja di sana

Aku rindu Bu, Aku rindu Pak, aku rindu kalian

Aku hanya bisa mendoakanmu dari sisi

Dari seberang lautan yang menjadi takdirku

 

Semua ini bermula saat kubaru saja melepas si putih merah

Aku terpesona dengan gemerlap kota kuda yang elok rupa

Aku terbius oleh kebebasan semu

Hingga akhirnya aku harus rela melepas pelukmu

Pelukan yang kini selalu aku dambakan

Ya, pelukan kasihmu yang tiada batas, Bu....

 

Bu, pelukanmu yang basah masih saja terasa hingga saat ini

Hanya hatiku yang menjerit saat itu

“di sini saja Bu, jangan pergi”, jerit hatiku saat melepas pelukanmu

Tapi apalah daya semua harus berlaku padaku

Aku harus mampu , aku harus kuat tuk sekadar bertahan

Bertahan di tempat yang asing tanpamu, Bu

Lelaki kecil yang udik ini harus menjalani takdir yang berat,

Sendirian,

Kesepian.

 

Ibu, Bapak...

Sepeninggal kalian, gemerlapnya kota tak lagi menggairahkan

Kebebasan yang kubayangkan ternayata hanyalah tipuan

Tapi aku harus tabah, meski air mata tak henti-hentinya mengalir

Anak bujang haruslah merantau, anak bujang tak boleh cengeng,

Batinku mencoba menghibur diri.

 

Aku berjuang sendirian, mengalahkan keegoisan kota, tanpamu

Hingga putih biru, bahkan putih abu pun harus kulepas, dan....

Aku ingin pulang Bu, aku ingin kembali ke pelukanmu saja

Cukup sampai di sini saja petualangan ini, aku tak sanggup lagi

 

Aku benar-benar pulang, pulang ke pelukanmu, dan melepas rindu

Tapi entah mengapa di rumah ini kini aku merasa asing,

Bukan karena pelukanmu yang tak lagi hangat,

Jiwaku begitu sepi di sini, semuanya terasa asing, tak seperti dahulu

Semuanya seakan berubah bahkan aku tak memiliki seorang teman pun di sini

Setiap orang yang kutemui menatap asing padaku, seolah bertanya siapa aku?

Aku menjadi asing di kampung ini, kampung tempat aku pertama mengenal dunia.

 

Aku menyerah,

Mungkin bukan di sini tempatku berada

Aku pamit tuk meninggalkan kembali Ranah Minang bumi kelahiranku

Aku bukan lagi lelaki kecil yang dulu

Akan aku cari takdirku

Aku pamit Bu, aku pamit Pak

Rumah makan Omega Gunung Medan menjadi saksi

Saat Bus Lintas Sumatera bergerak meninggalkan ranah minang

Hingga pandanganku tak lagi mampu melihat Ibu dan Bapak

Yang mungkin masih berdiri mematung menatap kepergianku

Gemerlap Ibu kota, kunikmati melalui kaca jendela Bus yang terus bergerak

Dan ia tidak menjadi takdirku untuk menetap

Aku kembali menuju kota kuda melalui kota udang yang tak kalah mempesona

Untuk mencari peruntungan di sana

 

Lagi-lagi kesunyianlah yang menemaniku di sana

Menemaniku berjuang meraih takdirku

Aku terima semua ini,

Meski masih lemah tuk berdiri di kaki sendiri

Aku kembali menyerah,

Aku rindu kampung, aku rindu ibu, aku rindu bapak

Tapi aku tak ingin pulang

Aku ingin pergi saja, pergi sejauh aku bisa

 

Hingga suatu hari bahtera yang kutumpangi merapat di pelabuhan Bandarmasih

Di Kota seribu sungai, kota yang sangat asing bagiku, dan aku sendirian

Setelah 18 jam terombang-ambing di lautan, ku coba menatap pada hamparan biru

Menyaksikan bahtera yang kembali berlabuh, meninggalkanku sendirian di tempat yang asing

Dan aku harus memulai hariku.

 

Aku masih saja berteman sepi, aku masih saja merindukan pelukanmu Ibu

Hingga kini aku masih saja menangis merindukanmu

 

Bu, aku benar-benar merasa terbuang, meski ini adalah pilihanku

Betapa pedih hati ini saat aku bersanding di pelaminan, di tanah rantau tanpa bisa bersimpuh di kakimu

Seharian Bu, aku mencoba menahan air mataku, air mata kepedihan

Ya Bu, kini aku bukan lelaki kecil yang menangis karena ingin kautetap tinggal

Kini aku seorang ayah dari anak-anakku, cucu-cucumu Bu, cucu-cucumu Pak...

Semoga kelak, kita masih bisa saling memeluk Bu,

Aku tetap lelaki kecilmu Bu

 

Banjarmasin, 02-12-2020

Teruntuk Bapak dan Ibu di Sumatera Barat

Komentar

Postingan Populer