Kegelisahan Satrio Piningit

Cerita ini hanya fiktif belaka, merupakan imajinasi penulis yang didasarkan pada sejarah serta rumor yang 
berdedar di masyarakat mengenai sosok Satrio Piningit. Cerita ini ditulis sebagai doa dan harapan penulis akan 
kedamaian di seluruh nusa antara yang kita cintai.

Jaman semakin berubah, masing-masing pihak berlomba-lomba untuk memperoleh kekuasaan dan berebut tahta di singgasana Istana, bahkan orang-orang awam yang bukan dari keturunan kerajaan pun turut ambil bagian untuk mendapatkan kesempatan tersebut. Ada yang mengambil hati rakyat dengan menebar kebaikan, ada yang dengan cara memfitnah lawan agar dirinya terkesan baik, ada pula yang melakukannya dengan menghancurkan lawan dengan terang-terangan.

Rakyat hanya dijadikan alat politik untuk mencapai tujuan mereka, rakyat diiming-imingi dengan harta, jabatan, dan janji, bahkan ada pula yang mengancam agar rakyat mau mendukungnya di panggung politik. Namun kebanyakan setelah duduk di singga sana, maka janji tinggalah janji dan rakyat sama sekali tak diperhatikannya.

Wabah penyakit pun turut mewarnai kegaduhan di nusa antara ini, rasa takut terus menerus diembuskan pada rakyat, aturan untuk rakyat semakin ketat bahkan sekadar untuk mencari makan saja rakyat tak bebas. Rakyat dipaksa tetap tinggal di rumah-rumah mereka, dengan alasan agar wabah penyakit ini tak menyebar. Namun yang terjadi justru rakyat banyak yang mati karena kelaparan, sebab ruang gerak rakyat untuk mencari nafkah sangat terbatas.

Tabib-tabib pun banyak yang justru mengambil keuntungan dari situasi ini, jenazah yang meninggal di rumah sakit menjadi sulit untuk dikebumikan secara normal. Ahli waris harus mengeluarkan dana yang tak sedikit agar keluarga yang meninggal di rumah sakit dapat dikebumikan secara normal oleh ahli waris. Hal ini menyebabkan rakyat semakin takut untuk berobat ke tabib atau pun ke rumah sakit. Rakyat yang sakit lebih memilih tetap diam di rumah dengan obat seadanya yang mereka racik sendiri dari rempah-rempah yang tersisa. Mereka hanya pasrah.

Carut marut di nusa antara ini telah terdengar Oleh Sang Kinasih, Satrio Piningit di kediamannya yang agung. Hatinya menjerit dan bermunajat kepada Tuhan yang Maha Kuasa agar kerusakan di nusa antara ini tak semakin menjadi. Sang Kinasih ingin segera hadir di tengah-tengah rakyat yang sedang dilanda kesusahan dan kegelisahan serta ketakutan itu.



Nun jauh di sana Satrio Piningit pun tengah gelisah memikirkan solusi agar nusa antara kembali damai dan rakyat bisa hidup tenang tanpa rasa takut. Namun ia belum bisa untuk secara langsung turun ke tengah-tengah masyarakat. Masih banyak hal yang menghalanginya untuk turun menemuai rakyat di nusa antara. Ia terus menerus memikirkan nasib rakyat di nusa antara.

Sementara raja di nusa antara yang tengah bertahta sibuk mempertahankan tahtanya, melakukan berbagai cara agar ia bisa bertahta sepanjang masa. Rakyat yang tak sependapat dianggap pemberontak. Suara-suara rakyat dibungkam dengan berbagai cara. Rakyat hanya diam terpaksa menrima keadaan dengan pasrah pada suratan.

Rakyat terus berdoa dalam diam, agar sosok Satrio Piningit yang telah diramalkan jauh beratus tahun yang 
lalu, benar-benar menjadi kenyataan dan hadir di tengah-tengah mereka. Agar mereka dapat merasakan kedamaian dan kenyamanan dalam menjalani kehidupan ini.


Jhon Frisnayana, 18-08-2021

Komentar

Postingan Populer